Deprecated: mysql_connect(): The mysql extension is deprecated and will be removed in the future: use mysqli or PDO instead in /home/k3065944/public_html/database.php on line 14
GEREJA KRISTEN JAWA KABLUK SEMARANG
<<< Kembali

#2019 UBAH IMAN


Pasca diadakannya Debat Calon Presiden dan Wakil Presiden beberapa waktu yang lalu, netizen di seantero dunia maya mulai memberikan penilaian baik kepada paslon nomor urut 1 maupun paslon nomor urut 2. Beragam komentar diberikan baik itu komentar yang positif maupun komentar yang negatif. Masing-masing orang tentu ingin memiliki Presiden dan Wakil Presiden yang sesuai dengan harapannya. Maka perhatian yang begitu besar diberikan untuk mengetahui kualitas jagoannya masing-masing melalui apa yang dirancang sebagai program yang nantinya dirasakan masyarakat. Namun di tengah hiruk pikuk penilaian terhadap debat yang sudah berlangsung tersebut, ada beberapa netizen yang mengajukan pertanyaan yang menurut saya sangat menarik. Pertanyaannya demikian, “Jika kita memiliki Presiden dan Calon Presiden yang berkualitas baik, apakah kita siap untuk juga menjadi Warga Negara yang berkualitas baik..?” Pertanyaan ini menggelitik dan mengundang berbagai komentar. Jika dirasakan dengan hikmat, pertanyaan sederhana ini sesungguhnya mengundangkan ajakan untuk berefleksi secara mendalam. Benar bahwa sebuah negara harus dipimpin oleh Kepala Negara, dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden, yang memiliki kualitas yang baik. Mereka harus memiliki perhatian terhadap warga negaranya, sekaligus memiliki kekuatan untuk berdiplomasi memperjuangkan kepentingan bangsa. Akan tetapi, pemimpin yang berkualitas baik tidak serta merta cukup untuk membawa bangsa ini ke arah yang baik. Dibutuhkan kesadaran seluruh rakyat untuk juga mengambil peran dan melakukan tugas tanggung jawabnya selaku warga negara. Ini penting karena tanpa kesadaran dan keikutsertaan warga negara, apapun kebaikan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kehidupan berbangsa. Maka sangat penting untuk seluruh warga negara mengubah paradigma untuk mau menyadari identitasnya selaku bagian dari komunitas besar bangsa Indonesia dan selanjutnya mengambil peran sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kesadaran membayar pajak, kesadaran mentaati peraturan-peraturan, bahkan sampai kesadaran untuk menjaga lingkungan sekitar akan membawa perubahan besar dalam kehidupan bersama. Harapan yang dibangun adalah dengan keikutsertaan seluruh masyarakat negara ini maka perubahan itu akan menjadi perubahan bersama, yang dilakukan bersama, yang dinikmati bersama, dan yang disyukuri bersama.

 

Bacaan kita hari ini seringkali menjadi satu ayat emas bagi orang beriman, yang sayangnya juga sering disunat hanya berhenti pada ayat 28. Memang ketika kita membaca ayat 28 akan terdengar sangat indah karena bagian ini merupakan tawaran hidup nyaman. Gusti Yesus menawarkan suatu kelegaan dan kelepasan, dalam artian suatu kehidupan yang lebih baik, bagi orang-orang yang mendambakannya. Maka tidak jarang bagian ayat 28 ini terpampang besar di tembok-tembok gereja seolah ingin mengatakan bahwa jika orang datang ke Gusti Yesus melalui Gereja maka kelegaan itu akan didapatkan. Persoalannya, bagaimana memaknai kelegaan yang diberikan Gusti Yesus kepada orang beriman yang datang kepada-Nya? Nah, di sinilah masalah itu terjadi. Orang beriman yang memaknai janji Gusti Yesus akan kelegaan sebatas ayat 28 seringkali memahami sebagai situasi tidak berbeban, tidak melakukan apapun, tidak perlu bekerja, dan macam-macam pemahaman lain yang pada intinya dimaknai sebagai situasi “Tidak Lagi Menanggung Beban”. Padahal ketika dilanjutkan ke ayat 29 dan 30, Gusti Yesus justru mengungkap fakta yang berbeda. Kelegaan yang ditawarkan oleh Tuhan didapatkan melalui penambahan beban yang baru, yang oleh Gusti Yesus dibahasakan sebagai Kuk. Kuk adalah kayu penyangga yang ditempatkan pada bahu dengan tujuan agar beban yang dibawa menjadi terasa ringan. Kita bisa membayangkan kuk sebagai pikulan yang menolong orang untuk dapat membawa barang yang berat. Pikulan itu memampukan orang untuk membawa keranjangnya dengan nyaman. Bayangkan jika tidak ada pikulan. Orang harus membawanya dengan repot. Maka pikulan adalah sesuatu yang menolong, sekalipun pada dasarnya itu adalah beban tambahan. Namun beban itu memampukan untuk membawa beban yang jauh lebih berat dengan nyaman. Itulah definisi kelegaan yang diberikan oleh Gusti Yesus. Tanggung jawab kehidupan yang kita emban tidak serta merta diserahkan kepada Gusti Yesus dan kita terbebas darinya. Sebaliknya, Gusti Yesus justru menambahkan beban yang baru berupa panggilan orang beriman agar kita dapat menyangga beban-beban kehidupan itu dengan lebih nyaman dan terasa ringan. Di titik inilah Gusti Yesus mengubah cara pandang kita terhadap beban kehidupan. Gusti Yesus mengubah iman kita. Dia bertahta sebagai pemberi kelegaan, tetapi Dia menghendaki kita turut bekerja bergerak memikul tanggung jawab panggilan iman.

 

Dalam kehidupan keseharian kita seringkali berharap kita menghidupi suasana yang santai dan tanpa beban. Kita akan merasa tidak nyaman ketika beban kehidupan menghimpit serta menekan kita. Maka patutlah jika Matius 11 : 28 menjadi tawaran yang menggiurkan bagi mereka yang terbeban. Namun perenungan pada malam hari ini justru membawa kita kepada pemahaman baru, bahwa Gusti Yesus tidak pernah menjanjikan suatu keadaan tanpa beban bagi para peneladan-Nya. Gusti Yesus menjanjikan kelegaan dalam bentuk kekuatan untuk menanggung beban, melalui wujud tugas dan panggilan orang beriman. Gusti Yesus mengajak pengikut-Nya untuk melakukan tanggung jawab dan panggilan orang beriman supaya setiap kita merasakan kekuatan dalam menapaki kehidupan. Contoh sederhana, seringkali orang justru undur dari aktivitas berpelayanan ketika tuntutan dan himpitan tugas-tugas pekerjaan menumpuk. Malah tidak jarang orang yang berbeban kehidupan diam menanti dan berharap, “Mbok ada yang datang dan menolong aku!”, “Mbok ada yang datang mendoakan aku!”, dan lain sebagainya. Namun di dalam diam itu, acap orang malah tidak mendapatkan apa-apa. Sebaliknya ketika dia mau untuk hadir terlibat dalam kehidupan bergereja dan berpelayanan, dia akan bertemu dengan banyak saudara yang bisa jadi akan menjadi alat Gusti Yesus untuk meringankan bebannya. Ada sukacita yang didapatkan ketika dia menikmati kebersamaan dengan orang-orang lain. Bisa jadi dia justru diajak untuk bersyukur ketika ikut berkunjung dan menjumpai ada orang lain yang memiliki beban yang lebih berat. Kita sudah memiliki Pemimpin dan Pemilik Kehidupan yang Benar. Permasalahannya maukah kita berjalan seturut dengan Dia, berjuang bersama Dia, dan menjadi anak-anak Gusti Yesus yang setia dengan tugas panggilan orang beriman? Sudah waktunya 2019 kita ubah iman kita. Dari iman yang hanya meminta menjadi iman yang mau memberi, dari iman yang diam menanti menjadi iman yang bergerak mengusahakan, dari iman yang maunya dilayani menjadi iman yang melayani, dari iman yang pasif menjadi iman yang aktif. Mari memikul kuk dan belajar dari Gusti Yesus, maka kelegaan yang sejati itu akan ada pada kita. Amin.

 



   

Copyright © 2018, GKJ Kabluk Semarang. All rights reserved
Team Website GKJ Kabluk