“The two most important days in your
life are the day you were born and the day you find out why” – Mark Twain
Kalimat di atas adalah sebuah pemikiran dari Mark Twain yang mengawali film
“The Equalizer” yang dibintangi oleh Denzel Washington dan Chloe Grace Moretz.
Film ini mengetengahkan cerita tentang seorang purnawirawan tentara yang
kemudian memilih jalan hidup untuk menegakkan keadilan. Baginya, keadilan harus
diperjuangkan dengan cara apapun. Maka dia bertekad untuk melawan segala bentuk
kejahatan, apapun resikonya. Memang ketika melihat sinopsis di atas kesan film
ini akan sangat biasa. Sebuah film tentang kebenaran yang menang melawan
kejahatan. Tetapi ketika keseluruhan film ini dikaitkan dengan kalimat dari
Mark Twain di atas, nampak jelas bahwa apa yang dilakukan oleh tokoh utama
dalam film ini berkaitan dengan penemuan identitas dirinya. Tokoh utama film
menemukan alasan keberadaannya di tengah dunia dan melakoni apa yang memang
harus dikerjakannya. Maka ungkapan di atas menjadi menarik ketika menyadari
bahwa dua hari terpenting dalam hidup manusia adalah ketika dia dilahirkan dan
ketika dia menyadari alasan keberadaannya di tengah kehidupan ini.
Gereja sebagai sebuah komunitas orang beriman juga memiliki pergumulan yang
sama. Gereja seringkali berada dalam kondisi mengenang pendirian gereja ini. Tanggal
berapa, siapa tokohnya, dimana pertama kali bersekutu, dan lain sebagainya.
Tidak jarang pengenangan itu berujung kepada pembangunan mitos tentang
orang-orang atau hal-hal tertentu. Tetapi akan menjadi jauh lebih menarik
ketika Gereja bukan sekedar mengarahkan pemikirannya pada hal-hal ketika ia “dilahirkan”,
melainkan juga mengarah kepada hal-hal seputar “untuk apa ia ada”.
Efesus 2 : 10 mengatakan “Karena kita
ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus yesus untuk melakukan pekerjaan
baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamnya.” Yang pertama harus disadari adalah bahwa setiap Gereja, yang
mana adalah komunitas orang beriman, merupakan buatan Allah yang diciptakan
dalam Kristus Yesus. Ini berarti setiap orang yang ada dalam komunitas Gereja
harus menyadari betul bahwa dirinya adalah milik Allah. Orang percaya tidak
lagi sama dengan orang-orang yang hidup di dunia ini, melainkan memiliki
identitas baru sebagai buatan Allah. Ini penting karena akan mengarahkan orang
beriman untuk tunduk taat kepada Allah selaku pemilik kehidupan. Orang beriman
bukan lagi orang yang hidup menurut keinginan dirinya atau terseret dalam arus
dunia, tetapi menjadi orang baru yang hidup dalam ketaatan kepada Allah. Yang kedua
harus dimengerti adalah bahwa Allah menjadikan kita (orang-orang beriman) dalam
rangka melakukan suatu pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Keberadaan
orang-orang beriman di tengah dunia bukan sekedar untuk “mendapatkan” sesuatu
dari Allah, melainkan justru untuk “melakukan” sesuatu bagi Allah. Ini menarik
karena seringkali kekristenan diidentikkan dengan damai sejahtera, sukacita,
kehidupan indah, berkat, dan lain sebagainya, yang ketika salah dimaknai akan
berakibat orang beriman hanya berkutat pada apa yang didapatkannya dari Allah. Dalam
bagian Efesus ini Paulus mengingatkan pembacanya bahwa “we must understand what God wants us to do”. Kita harus mengerti
apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Pemahaman akan kehendak Allah
inilah yang akan memampukan kita untuk menyadari alasan keberadaan kita sebagai
orang beriman di tengah dunia.
Gereja-gereja Kristen Jawa memahami tugas panggilan gereja sebagai
pemberitaan kabar keselamatan dan pemeliharaan iman. Disini berarti setiap
Warga Gereja Kristen Jawa, termasuk kta di dalamnya, sebenarnya diundang untuk
melakukan hal yang sama. Gereja sebagai komunitas orang beriman seharusnya
mulai memikirkan Tugas Panggilan Gereja ini sebagai sarana untuk memenuhi
identitasnya di tengah-tengah dunia. Maka dengan demikian perayaan ulang tahun
gereja tidak hanya berhenti kepada peristiwa mememori, tetapi menjadi sebuah
pijakan untuk bergerak bersama memenuhi panggilan kita. Selamat memperingati “The
Day We Were Born” dan selamat memaknai “The Day We Find Out Why”. Salam.